Akhir Januari 2013 menjelang perayaan Imlex untuk sebagian Suadara-saudara kita kembali panggung politik negeri ini terguncang, sebagian besar media baik elektronik, surat kabar, dan media online sibuk memberitakan guncangan ini, bahkan beberapa hari menjadi headline. Rakyat terhenyak kaget dan sedih, sebagian berharap ini hanya parodi dalam dunia politik kita, tapi ini adalah kenyataan……
Sipenyebab guncangan sibuk berpolemik dan mencari alibi demi pembelaan diri, konspirasi dan pesta demokrasi menjelang menjadi kambing hitam. Mereka tersudut, ternistakan, dan malu tiada terperi. Pun simpatisannya mereka menangis, menyesal, dan mungkin sebagian merasa tertipu. Sipenyebab guncangan menuduh ini adalah fitnah tanpa memikirkan jikalau ini memang kenyataan, maka tuduhan fitnah justeru akan jadi fitnah baru.
Dibalik itu tidak sedikit pula yang menuai keuntungan, pengamat politik kebanjiran job, media mempunyai headline yang menarik, provokator naik daun, dan tentunya lawan politik bertepuk tangan walaupun tidak nampak. Bahkan penjual cat semprot dan digital printing menuai untung juga banyaknya pesanan spanduk provokatif dan pandalisme menjadi kegiatan baru orang-orang yang senang dengan kondisi ini. Dikantor-kantor menjadi lebih meriah dan akrab karena ada bahan komentar dan diskusi tanpa ujung.
Kali ini sungguh terlalu, negeriku terguncang gara-gara “SAPI”. Citra bangsa ini semakin terpuruk, aku yakin rakyat makin tidak percaya pada satu sisi, dan semakin percaya pada sisi lain. Sisi dimana pejabat mengaku bersih dan pro pemberantasan korupsi menjadi hanya angan-angan belaka. Sisi inilah yang membuat aku… dan mungkin juga yang lain muak dan hilang kepercayaan. Sedangkan sisi lain, dimana ekonomi negeri ini dikuasai oleh mapia dan kaum kapitalis yang oportunis semakin tersingkap, dan aku … mungkin juga yang lain makin percaya bahwa mapia ekonomi itu ada.
Sungguh menakutkan negeri ini, para spekulan (mapia) dengan mudahnya mengatur harga untuk kepentingan sesaat, mereka berlindung dibalik mekanisme pasar dan hukum ekonomi. Penentu kebijakan dengan mudahnya dibujuk rayu untuk membuat kebijakan yang merugikan rakyat banyak, penegak hukum dengan mudahnya menjual beli kasus sesuai pesanan, dan rakyat dengan mudahnya terprovokasi.
Mudah-mudahan serudukan SAPI kali ini menjadi pelajaran bagi para penentu kebijakan yang lain dan tidak ada lagi yang jatuh diseruduk napsu duniawinya.
Amin
Palembang, Pebruari 2013
No comments:
Post a Comment
Bagaimana menurut Anda ?