Friday, October 5, 2012

MUSIBAH BAGI DUNIA PERTANIAN

Suatu malam iseng-iseng saya beselancar dengan om google mencari master plan pembangunan pertanian Indonesia, dengan keyakinan penuh saya percaya akan mendapatkan informasi tentang hal ini, lha wong katanya negara kita adalah negara agraris kok, pasti orang-orang pinter yang ngurusi pertanian sudah menyusun master plan tersebut. Satu persatu halaman om google dibuka dengan teliti, tetapi apa yang saya cari ternyata tidak ditemukan. Ada beberapa provinsi yang mempunyai master plan pembangunan pertanian, maka seharusnya ada juga master plan nasional. Tapi apa boleh buat sampai lelah mata ini mencari dokumen yang saya cari tidak ditemukan. Karena penasaran saya coba membuka situs Kementerian Pertanian dan berselancar di situ, tetapi tetap saja tidak ditemukan. Yang ada adalah berupa rencana strategis 5 tahun yang merupakan bagian dari rencana program dan penganggaran untuk setiap tahunnya.

Di berberapa situs dan utamanya dari om google yang terkait dengan master plan pertanian nasional saya hanya menemukan beberapa ipen berupa konsinyasi, workshop, dan lokakarya yang membahas strategi pembangunan pertanian. Asa untuk menemukan dokumen utuh yang membahas arah pembangunan pertanian Indonesia ke depan hampir-hampir sirna setelah beberapa waktu berselancar di dunia maya tidak juga menemukan yang dicari.
Mengapa saya begitu ngotot ingin membaca dokumen master plan pembangunan pertanian nasional ?. Ceritanya beberapa hari ini saya membaca Perpres Nomor 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) Tahun 2011 – 2025. Setelah saya bolak-balik membaca ternyata isinya sama sekali tidak menyinggung tentang pembangunan pertanian. Saya hanya melihat sektor pertanian hanya terkait dengan dijadikannya RTRWN sebagai salah satu dasar kerangka pikir pelaksanaan MP3I. Di dalam latar belakang yang dijadikan potensi pun yang dimasukan hanya komoditas perkebunan yaitu kelapa sawit dan kakao. Sedihnya lagi dalam hal yang dijadikan tantangan pun sektor pertanian sama sekali tidak disinggung. Saya jadi bertanya apakah Pemerintah memang sudah “buang handuk” untuk mengembangan sektor pertanian sebagai sektor unggulan ?. Kalau memang dugaan saya ini mengandung kebenaran tentunya sangat disayangkan potensi yang mendukung sektor pertanian tidak dioptimalkan. Misalnya banyaknya perguruan tinggi yang mempunyai fakultas ataupun jurusan pertanian, sumber daya lahan yang luas, bahkan data di BPN mengestimasi lahan tidur saat ini mencapai 2 juta hektar. Yang paling menyedihkan tentunya kultur budaya bangsa kita yang masih dominan berbau pertanian lambat laun akan mengalami dekulturisasi manjadi masyarakat dengan kultur yang tidak jelas.
Saya yakin para pakar ataupun pemerhati pertanian mempunyai rasa kekhawatiran yang sama dengan saya yang nota bene hanya masyarakat biasa yang dibesarkan dari keluarga petani. Rasa kekhawatiran ini semakin bertambah dengan lemahnya koordinasi pembangunan antar sektor, bahkan terkesan adanya kontra produktif  yang dibiarkan atau memang tidak terperhatikan antar sektor pembangunan. Sebagai contoh, laju pembangunan sarana jalan yang pesat dengan program pembangunan jalan tol terutama di wilayah Pulau Jawa dan mulai merambah pulau Bali, dan Sumatera berpotensi mereduksi lahan pertanian sampai dengan 3 juta hektar. Hal ini tentu terjadi kontra produktif antar dua sektor yaitu pertumbuhan sektor prasarana wilayah dan kemunduran sektor pertanian. Dengan demikian pemerintah perlu mempertimbangkan tingkat prioritas.
Dari kacamata awam pembangunan jalan tol tentu hanya akan menguntungkan para pemilik modal, dari sisi ekonomi kerakyatan tidak bisa diukur sejauh mana akan memajukan ekonomi rakyat bahkan rakyat di sekitar yang dilalui jalan tol. Tetapi kehilangan lahan pertanian produktif sampai dengan 3 juta hektar tentu akan terasa imbasnya bagi masyarakat, paling tidak menghilangkan pencaharian puluhan ribu orang. Contoh nyata pembangunan jalan tol Jakarta – Cikampek dengan panjang ruas 70 km telah mengurangi lahan pertanian di kabupaten Karawang hampir sepertiganya. Akibatnya Kabupaten Karawang sebagai lumbung beras nasional mulai lesu. Belum lagi diperparah dengan berdirinya kawasan industri sepanjang jalan tol yang juga mengalihkan fungsi lahan pertanian menjadi industri.
Tadinya saya berfikir tentu pemerintah sudah mengantisipasi dampak dari pembangunan suatu sektor dengan menyiapkan program untuk memperkecil dampak. Misalnya kehilangan lahan pertanian akibat pembangunan sarana jalan diikuti dengan ekstensifikasi lahan pertanian ke wilayah lain. Ketika program intensifikasi pertanian yang digadang-gadang akan memperbaiki kondisi sektor pertanian gagal mencapai target, maka laju pembangunan sektor lain akan menjadi musibah bagi sektor pertanian.
Maka yang diperlukan saat ini adalah integrasi pembangunan berbagai sektor yang dapat menghindari kontra produktif antar sektor tersebut. Masing-masing sektor harus punya master plan pembangunan atau bahkan roadmap dengan arah dan target yang jelas dan terintegrasi dengan sektor lain yang dapat terkontrol dengan baik. Sehingga ketika sektor lain melakukan pembangunan dan menyinggung kepentingan sektor lainnya sudah ada early warning system yang mengingatkan. Sistem ini tentunya harus dibangun dengan basis data yang komprehensif dan akurat. Saya yakin dengan potensi sumber daya dan perbaikan prilaku serta mind set setiap komponen penyusun dokumen perencanaan, pelaku pembangunan, dan sistem kontrol yang mapan segala sesuatunya akan berjalan dengan baik dan mencapai target yang diinginkan.
Catatan yang tidak boleh dilupakan juga, bahwa sistem akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh integritas dan kapasitas sumberdaya manusia yang baik pula.
Mudah-mudahan sekelumit pemikiran dari kelas akar rumput ini dapat menjadi bahan renungan untuk suatu rencana aksi yang positif.

Palembang
Awal Agustus 2012.

No comments:

Post a Comment

Bagaimana menurut Anda ?